Merajut Mobilitas Antar Kota: Upaya Integrasi Transportasi Umum di Jabodetabek
Merajut Mobilitas Antar Kota: Upaya Integrasi Transportasi Umum di Jabodetabek
Viola Prameswari
Universitas Diponegoro/ violaprameswari2004@gmail.com
Kemacetan yang terjadi di wilayah Jabodetabek sudah menjadi masalah kronis yang memburuk setiap tahunnya, berdasarkan data dari INRIX Global Traf ic Scorecard (2024), Jakarta menembus peringkat 7 kota termacet di dunia, setidaknya setiap orang di Jakarta kehilangan 89 jam dalam setahun dikarenakan kemacetan di perjalanan di kota Jakarta. (Kompas,2024).
Dari hasil survei terbaru yang dirilis oleh Jakpat menunjukan bahwa pengguna transportasi umum untuk mobilisasi setiap harinya hanya mencapai 38%, 60% menggunakan sepeda motor, dan 12% menggunakan kendaraan mobil. Dari angka tersebut bisa kita tarik benang merah dari permasalahan kemacetan dan polusi di Indonesia yang semakin memburuk setiap harinya. Jumlah pengguna kendaraan pribadi berlebihan yang mengakibatkan jumlah polusi yang diproduksi juga berlebihan, secara tidak langsung menimbulkan permasalahan terkait dengan pencemaran polusi udara.
Berdasarkan data dari World Air Quality 2024, Indonesia menempati posisi yang sangat tragis sebagai negara dengan kualitas udara terburuk di Asia Tenggara, bahkan ke-15 terburuk secara global. Kota-kota di Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) memiliki tingkat polusi yang tergolong sangat tinggi yaitu 30 sampai 55 μg/m3 yang jauh diatas batas aman Pedoman Kualitas Udara WHO 2021 yang seharusnya ada di angka 5 μg/m3.
Hal demikian membuat masyarakat Indonesia merasa terganggu untuk beraktivitas diluar, dikarenakan kualitas udara yang tidak aman sehingga mempersulit pernapasan ketika berjalan kaki atau olahraga di ruang terbuka. Kualitas udara yang buruk membuat masyarakat enggan untuk berjalan kaki, bahkan untuk menuju ke halte maupun stasiun transportasi umum. Tercatat jelas dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas,2023) bahwa tingkat kebugaran masyarakat yang relatif rendah, sebanyak 33,5% penduduk Indonesia tergolong kurang aktivitas fisik, yang artinya hampir sepertiga masyarakat tidak cukup bergerak setiap harinya. Di kota-kota besar, persentase ini bahkan bisa lebih tinggi akibat pola hidup sedentari yang semakin umum.
Dalam kondisi seperti ini, beralih ke transportasi umum dapat menjadi solusi efektif untuk mengatasi dua masalah sekaligus: mengurangi kepadatan lalu lintas dan menekan tingkat polusi. Maka dari itu, Pemerintah telah berupaya menyediakan berbagai prasarana transportasi umum yang beragam, baik berbasis moda rel/BRT (Bus Raya Terpadu) dengan penuh harapan masyarakat beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi umum. Namun, meskipun pilihan moda transportasi umum semakin banyak, minat masyarakat untuk menggunakannya belum menunjukkan peningkatan yang signifikan.
Salah satu faktor utama yang menyebabkan rendahnya minat masyarakat adalah terbatasnya jangkauan transportasi umum. Banyak pekerja dan mahasiswa yang tinggal di luar Jakarta tetapi beraktivitas di pusat kota Jakarta harus menggunakan beberapa moda transportasi untuk mencapai tujuan. Sayangnya, tidak semua daerah terhubung dengan layanan transportasi umum, sehingga mereka terpaksa menggunakan kendaraan pribadi atau ojek online yang harganya relatif mahal untuk menuju halte atau stasiun terdekat.
Dari segi biaya, banyak masyarakat yang merasa penggunaan kendaraan pribadi (seperti sepeda motor) lebih ekonomis dibandingkan transportasi umum, terutama jika rute first mile (jarak dari rumah ke titik transit terdekat) dan last mile belum terintegrasi dengan baik. Hal ini membuat masyarakat enggan beralih ke transportasi umum karena dianggap kurang praktis dan efisien.
Disisi lain, disaat saya menjalankan pertukaran pelajar di Inggris, menggunakan transportasi umum menjadi pilihan terbaik untuk bepergian, dengan kepraktisan dari segi pembayaran, layanan informasi yang terpadu dan jelas, yang membuat penumpang tidak takut salah armada ataupun tersasar. Untuk menjangkau halte transportasi umum tidak menjadi tantangan buat penumpang dikarenakan akses pedestrian yang luas, aman dan dipergunakan dengan tepat. Tidak hanya itu, Transportasi Umum di Inggris sudah terintegrasi secara luas, dimana Integrasi antar moda ke moda sudah sangat baik, dan juga menjangkau setiap kota di Britania Raya.
Dengan adanya fasilitas yang memadai, membuat tingkat pengguna transportasi pribadi sangatlah sedikit, secara tidak langsung menurunkan jumlah polusi yang dikeluarkan di negara Inggris, Udara dan lingkungan pun makin bersih, menunjang masyarakat Inggris untuk memiliki sistem pernapasan yang baik dan menjadi lebih bugar. Terlebih lagi karena dengan sisi biaya pun Transportasi umum seperti Tube dan Bus jauh lebih murah dibandingkan menggunakan mobil pribadi, biaya bensin, pajak dan asuransi mobil di Inggris sangatlah besar, hal lain yang menarik masyarakat untuk memilih berpergian dengan transportasi umum.
Menakar Harapan Pengguna: Suara Masyarakat untuk Masa Depan Transportasi Umum
Melihat banyaknya perbedaan dari sistem transportasi umum di Indonesia dengan di luar negeri, saya membuat data survei yang dikumpulkan dari berbagai responden usia muda di Indonesia memberikan gambaran nyata mengenai bagaimana persepsi dan harapan terhadap transportasi umum terbentuk. Mayoritas responden mengungkapkan bahwa meskipun mereka cukup puas dengan layanan transportasi di Jabodetabek seperti MRT, KRL, dan TransJakarta, mereka juga mengakui bahwa sistem transportasi di Indonesia belum sepenuhnya terintegrasi—terutama jika dibandingkan dengan negara-negara seperti Malaysia, Korea, Hungaria, hingga Inggris.
Ariel (20 tahun, Jakarta) mengatakan bahwa transportasi umum di Malaysia “lebih terintegrasi dan mencakup daerah yang lebih jauh.” Hal yang sama diungkapkan oleh Nicholas (21 tahun), yang merasa sangat kagum karena jangkauan MRT dan LRT di Malaysia sangat luas dan dapat dijadikan contoh bagi Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa harapan akan perluasan infrastruktur tidak hanya mencakup Jakarta dan sekitarnya, tetapi juga kota-kota dan pulau-pulau lain di Indonesia.
Dari sisi kenyamanan, Parid (22 tahun, Jakarta Barat) memberikan catatan penting mengenai pentingnya integrasi transportasi dengan ruang publik seperti mal, taman, atau stasiun-stasiun modern yang luas, memiliki ventilasi yang baik, serta banyak eskalator. Ia bahkan menyebut bahwa “setelah direvitalisasi pun, stasiun seperti Manggarai masih belum nyaman karena minimnya eskalator dan ventilasi yang buruk,” menandakan bahwa perbaikan infrastruktur belum cukup menyentuh aspek kenyamanan mendasar.
Kritik yang berulang dari banyak responden adalah soal jangkauan dan jumlah armada yang belum merata. Seperti disampaikan oleh Naufal (22 tahun, Jakarta Barat) yang membandingkan MRT London dengan TransJakarta: “Di London, bus datang setiap 3 menit. Tapi di Jakarta, kadang harus nunggu lebih dari 7 menit dan antrian bisa mengular.” Ia menekankan pentingnya penambahan armada saat jam sibuk dan musim hujan untuk menghindari penumpukan penumpang yang ekstrem di halte-halte besar seperti CSW.
Dari berbagai pengamatan, baik dari pengalaman pribadi, data riset, hingga testimoni masyarakat, jelas bahwa transportasi umum di Indonesia berada dalam jalur perbaikan, namun masih jauh dari ideal. Integrasi sistem, kenyamanan infrastruktur, budaya berjalan kaki, hingga kualitas udara menjadi tantangan yang saling terkait dan harus diatasi secara bersamaan.
Belajar dari negara seperti Inggris atau Malaysia bukan sekadar meniru teknologinya, melainkan juga memahami bagaimana sistem tersebut dibentuk oleh kebijakan yang konsisten dan lingkungan kota yang mendukung mobilitas publik. Maka, transformasi transportasi umum Indonesia harus melibatkan pendekatan yang holistik dan berkelanjutan, dengan mengutamakan kenyamanan, aksesibilitas, dan keberpihakan pada masyarakat luas.
Keadaan transportasi umum tidak hanya bergantung pada ketersediaan fasilitas fisik, tetapi juga pada sejauh mana sistem antarmoda dapat terintegrasi secara efisien untuk menghemat waktu, tenaga, dan biaya pengguna. Menjawab tantangan tersebut, pemerintah membentuk Direktorat Jenderal Integrasi Transportasi dan Multimoda (Ditjen Intram) di bawah Kementerian Perhubungan RI melalui Peraturan Presiden No. 173 Tahun 2024. Ditjen Intram hadir sebagai upaya pembenahan sistem transportasi nasional yang lebih terkoordinasi. Berdasarkan Pasal 25 Peraturan Presiden tersebut, Ditjen Intram memiliki sejumlah fungsi strategis, mulai dari penyusunan dan pelaksanaan kebijakan integrasi transportasi antarmoda, perumusan pedoman teknis seperti norma, standar, prosedur, dan kriteria, hingga pendampingan teknis serta pengawasan implementasinya di lapangan.
Ditjen Intram adalah salah satu unit strategis yang memegang peran untuk memastikan mobilitas nasional berjalan dengan lancar, dengan tugas utama yang mencakup dimensi integrasi transportasi dalam sistem layanan transportasi seperti Integrasi Kelembagaan, Integrasi Fisik, Integrasi Pembayaran, Integrasi Jaringan, dan juga Integrasi Informasi. Dalam konteks angkutan penumpang, Ditjen Intram berfokus kepada integrasi antarmoda, seperti aksesibilitas penggunaan bus yang dilanjutkan dengan moda rel, mempermudah perpindahan antar moda, termasuk pada pengembangan layanan first dan last mile.
Dengan kehadiran Ditjen Intram sebagai garda depan integrasi transportasi, yang akan mendukung pertumbuhan ekonomi, mengurangi permasalahan macet, menurunkan tingkat emisi dengan menyediakan sistem transportasi yang terintegrasi, terkini dan berkelanjutan. Indonesia memiliki potensi besar untuk menata ulang lanskap mobilitas warganya. Melalui kerja sama lintas Kementerian, Pemda, dan partisipasi aktif masyarakat, transportasi umum Indonesia dapat naik kelas, mempermudah kehidupan kota yang inklusif, aman, dan nyaman untuk semua masyarakat Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
“Jakarta Kota Termacet Ke-7 di Dunia, Naik 3 Peringkat dari 2023.” Kompas.com, 7 January 2025,
https://www.kompas.com/tren/read/2025/01/07/193500965/jakarta-kota-termacet-ke-7-di-dunia-n aik-3-peringkat-dari-2023. Diakses 5 August 2025.
“Jakarta's Air Quality Deemed Unhealthy, Ranks as Second Most Polluted City Globally This Morning.” Jakarta Globe, 13 June 2025,
https://jakartaglobe.id/news/jakartas-air-quality-deemed-unhealthy-ranks-as-second-most-pollute d-city-globally-this-morning. Diakses 5 August 2025.
“Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 - Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan | BKPK Kemenkes.” Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan,
https://www.badankebijakan.kemkes.go.id/hasil-ski-2023/. Diakses 5 August 2025.
Presiden Republik Indonesia. 2024. Peraturan Presiden Nomor 173 Tahun 2024 tentang Kementerian Perhubungan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 369. Sekretariat Negara. Jakarta.
Menteri Perhubungan Republik Indonesia. 2025. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 4 Tahun 2025 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan. Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2025 Nomor 173. Kementerian Perhubungan. Jakarta.